Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DPRD Nganjuk Gelar Rekor dengan Aparat Kepolisian, Ini yang Dibahas

Rakor DPRD Kabupaten Nganjuk dengan Polres Nganjuk, Senin (19/9/2022)

Nganjuknews.com – Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nganjuk menggelar rapat koordinasi (Rakor) dengan Kepolisian Resor (Polres) Nganjuk, Senin (19/9/2022).

Rakor yang berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Nganjuk tersebut membahas terkait penyelesaian permasalahan daerah.

“Tadi kami membahas terkait dengan permasalahan-permasalahan hukum yang ada di Kabupaten Nganjuk,” jelas Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, Tatit Heru Tjahjono, saat ditemui Nganjuknews.com di ruang kerjanya.

Dalam rakor ini, kata Tatit, kalangan legislatif di DPRD Kabupaten Nganjuk salah satunya menanyakan mengenai penerapan restorative justice atau keadilan restoratif di instansi kepolisian.

“Kami tadi juga tanya apakah di kepolisian juga ada RJ (restorative justice). Ya maksudnya kalau ada kasus-kasus kecil seperti anak tengkar, sudah diselesaikan di desa, apakah itu masih bisa dilaporkan lagi,” kata Tatit.

Menurut Tatit, berdasarkan keterangan yang diterima anggota dewan, di institusi kepolisian juga terdapat skema restorative justice.

“Ternyata juga ada (restorative justice yang diterapkan kepolsian). Termasuk salah satu contoh yang ditampilkan tadi ada pencurian motor karena kahanan ekonominya, kondisi ekomonya dia memang sangat membutuhkan,” tuturnya.

Pihak DPRD Kabupaten Nganjuk memang tengah mendorong penerapan restorative justice dalam perkara yang menjerat wong alit.

Restorative justice sendiri merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.

Syarat sebuah perkara dapat diselesaikan dengan skema restorative justice harus memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Berikutnya, ancaman pidana yang dilakukan tidak lebih dari lima tahun penjara, kerugian korban tidak lebih dari Rp2.500.000, dan harus ada perdamaian antara tersangka dengan korban.

Menurut Tatit, skema restorative justice harus disosialisasikan ke mayarakat.

“Hal begini (restorative justice) masyarakat harus tahu,” pungkas Tatit.