Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

JPU Kejari Nganjuk Tuntut Bekas Kades Pecuk 6 Tahun Penjara

Jalannya sidang dengan terdakwa bekas Kades Pecuk, Eko Nukaji Hariyadi, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa 4 Oktober 2022

Nganjuknews.com – Sidang lanjutan dengan terdakwa bekas Kepala Desa (Kades) Pecuk, Eko Nukaji Hariyadi, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa 4 Oktober 2022.

Persidangan dengan agenda tuntutan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha. Sedangkan terdakwa Eko mengikuti jalannya sidang via daring dari Rutan Kelas IIB Nganjuk.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nganjuk, Nophy Tennophero Suoth mengatakan, pada persidangan ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk menuntut terdakwa Eko enam tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Eko Nukaji Hariyadi dengan pidana penjara selama enam tahun dengan perintah agar terdakwa ditahan, serta pidana denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar pidana denda maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” beber Nophy.

Tak hanya itu, lanjut Nophy, JPU Kejari Nganjuk juga menuntut terdakwa Eko membayar uang pengganti sebesar Rp617.282.000 subsider delapan bulan penjara.

“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1), jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tuturnya.

Eko didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perbuatan melawan hokum, dan penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan tanah pengganti Tanah Kas Desa (TKD), yang digunakan untuk pembangunan jalan tol di Desa Pecuk, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk.

“Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi tersebut pada kurun waktu sejak bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2019, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2019, dengan total kerugian keuangan negara sejumlah Rp617.282.000,” ungkap Nophy.

Sementara dalam persidangan sebelumnya, kata Nophy, JPU Kejari Nganjuk telah menghadirkan 21 orang saksi serta dua orang Ahli dari Inspektorat Daerah Kabupaten Nganjuk.

“Selanjutnya, sidang perkara korupsi ini ditunda dan akan dilanjutkan pada hari Selasa tanggal 11 Oktober 2022 dengan agenda pembelaan atau pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa,” lanjutnya.

Menurut Nophy, dalam sidang tuntutan atas terdakwa Eko, pihak JPU Kejari Nganjuk juga menyampaikan hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana terhadap terdakwa.

Di antaranya disebutkan bahwa perbuatan terdakwa Eko bertentangan dengan program pemerintah tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Lalu tidak ada pengembalian kerugian keuangan negara oleh terdakwa.

“Perbuatan terdakwa yang menggadaikan delapan sertifikat hak milik atas tanah pengganti mengakibatkan terhambatnya proses sertifikasi tanah, serta ketidakjelasan status kepemilikan hak atas delapan bidang tanah pengganti kas desa secara hokum,” sebutnya.

“Perbuatan terdakwa tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merugikan orang lain yang memberikan pinjaman dengan jaminan sertifikat hak milik atas tanah pengganti,” pungkas Nophy.