Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Desa Kalianyar, Asal-usul dan Toponimi

Pemerintah Desa Kalianyar saat melangsungkan musyawarah belum lama ini

Nganjuknews.com – Dalam artikel ini akan dibahas mengenai sejarah Desa Kalianyar, salah satu desa yang ada di Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Dilansir dari laman ngronggot.nganjukkab.go.id, dijelaskan bahwa sejarah Desa Kalianyar tidak bisa dilepaskan dari sejarah Desa Klurahan yang juga berada di Kecamatan Ngronggot.

Sekadar diketahui, laman ngronggot.nganjukkab.go.id merupakan situs resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk.

“Desa Kalianyar tidak terlepas dari sejarah induk desa, yaitu Desa Klurahan, yang sekarang adalah desa yang bersebelahan dengan Desa Kalianyar,” demikian tulis laman ngronggot.nganjukkab.go.id.

“Desa ini (Kalianyar) awalnya adalah wilayah Desa Klurahan yang terletak di sebelah timur laut. Kemudian Desa Klurahan yang sangat luas tersebut pada awal abad 20 (masehi) dilakukan pemekaran menjadi empat desa,” lanjut situs tersebut.

Berkaitan dengan sejarah Desa Klurahan bisa dibaca di sini.

Adapun keempat desa hasil pemekaran tersebut yakni Desa Klurahan selaku desa induk, Desa Kaloran yang berada di sebelah utara dan barat laut, Desa Betet di sebelah barat daya, dan Desa Kalianyar yang terletak di timur laut.

“Dinamakan dengan nama ‘Kalianyar’ karena di wilayah desa ini terdapat sungai baru yang saat itu baru saja dibangun, yaitu Sungai B 12 dan beberapa saluran tersier,” jelas situs tersebut.

Secara toponimi, Kalianyar berasal dari dua kata yakni ‘kali’ yang berarti sungai dan ‘anyar’ yang berarti baru.

Untuk diketahui, toponimi merupakan bidang keilmuan dalam linguistik yang membahas tentang asal-usul penamaan nama tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari permukaan bumi, termasuk yang bersifat alam yang buatan.

Berikut kepala desa yang pernah menjabat di Desa Kalianyar:

1.      Mbah Soreng (1904 sampai dengan 1908)

2.      Mbah Joyo (1908 sampai dengan 1917)

3.      Mbah Rekso Wardono (1917 sampai dengan 1946)

4.      Mbah Suyondo (1946 sampai dengan 1979)

5.      Puguh Santoso (1980 sampai dengan 2007)

6.      Joko Murtejo (2007 – )