Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kejari Nganjuk Sosialisasikan Restorative Justice Lewat Program Jaksa Menyapa di RRI Pro 1 Madiun

Kasi Intelijen Dicky Andi Firmansyah dan Jaksa Fungsional Ratrieka Yuliana dalam dialog interaktif di Ruang Siaran RRI Pro 1 Madiun, Selasa 7 Juni 2022

Nganjuknews.com – Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk terus menggencarkan sosialisasi restorative justice kepada masyarakat.

Teranyar, Kejari Nganjuk melalui Kasi Intelijen Dicky Andi Firmansyah, dan Jaksa Fungsional Ratrieka Yuliana, memaparkan restorative justice lewat program jaksa menyapa, Selasa 7 Juni 2022.

Program jaksa menyapa sendiri merupakan dialog interaktif dalam rangka penyuluhan hukum yang digagas Radio Republik Indonesia (RRI) Pro 1 Madiun.

Dalam dialog interaktif ini, Dicky menjelaskan mengenai pengertian restorative justice atau yang biasa disebut dengan keadilan restoratif.

Restorative justice, kata Dicky, merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.

Penerapan mekanisme restorative justice di Kejaksaan dilakukan dengan baik dan profesional, bahwa proses tersebut diperlukan agar keadilan korban yang terenggut dapat benar-benar dipulihkan.

“Proses penegakan hukum melalui pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh Kejaksaan mengacu pada Perja Nomor 15 Tahun 2020,” papar Dicky.

Dicky melanjutkan, dalam penyelesaian perkara yang diselesaikan secara restorative justice harus memenuhi tiga syarat prinsip yang berlaku kumulatif.

“Di antaranya, pertama tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kedua tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, dan nilai barang bukti atau kerugian tidak lebih dari Rp2.500.000,” bebernya.

Secara garis besar, lanjut Dicky, dalam penerapan keadilan restoratif tidak semata-mata menerapkan keputusan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Proses keadilan restoratif mencari suatu fasilitas untuk berdialog antara semua pihak yang terdampak oleh kejahatan termasuk korban, pelaku, dan semua pihak yang terkait.

Sebagai informasi, Kejari Nganjuk sendiri telah sukses melakukan penegakan hukum melalui mekanisme restorative justice, dalam perkara penganiayaan yang melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP.

Pada perkara tersebut, tersangka telah mengakui bersalah dan mengajukan permintaan maaf, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Korban pun telah memberikan maaf kepada tersangka, sehingga tercipta kembali perdamaian yang disaksikan oleh para tokoh masyarakat.

Dicky menambahkan, keadilan restoratife merupakan salah satu bentuk penegakan hukum menuju peradilan yang humanis.