Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Desa Sonoageng dan ‘Misteri’ Makam Mbah Sa’id Anom

Prosesi nyadran di Desa Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur

Nganjuknews.com – Sejarah Desa Sonoageng di Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan Makam Mbah Sa’id Anom di desa setempat.

Makam Mbah Sa’id Anom sendiri selama ini oleh warga Sonoageng dijadikan sebagai pusat kegiatan nyadran. Nyadran merupakan serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Adapun nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha, yang artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya masyarakat di pedesaan.

Sementara merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nyadran atau menyadran adalah prosesi mengunjungi makam atau tempat keramat pada bulan Ruwah, untuk memberikan doa kepada leluhur dengan membawa bunga atau sesajian.

Disadur dari laman prambon.nganjukkab.go.id, Kepala Dusun Sonoageng, Panuju, bercerita bahwa pada tahun 1796 silam terjadi peperangan antara Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan penguasa Solo, Mas Sa’id.

Jika keterangan Panuju benar, maka pada tahun itu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat diperintah oleh Sri Sultan Hamengkubuwana II. Raja yang memerintah selama tiga periode, yaitu pada tahun 1792-1810, 1811-1812, dan 1826-1828.

Peperingan tersebut, kata Panuju, dimenangkan pihak Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Lantas Mas Sa’id diasingkan ke Sailon, merujuk beberapa sumber yang dimaksud Sailon ialah Sri Lanka.

“Mas Sa’id punya putra dari selir, namanya Raden Sa’id Anom, menyingkir ke wilayah timur dengan beberapa kerabat dekat, akhirnya menetap di Desa Sonoageng ini,” jelas Panuju.

“Akhirnya Raden Sa’id Anom ini menjadi pendeta (kiai) sampai beliau meninggal, dan dimakamkan di desa ini,” tuturnya.

Digelar Tiap Tahun

Tradisi nyadran di Desa Sonoageng diadakan sekali dalam setahun setelah panen kedua (walik’an), yang dilangsungkan pada Jumat pahing.

Prosesi nyadran dimulai dengan dilakukan kirab dari Balai Desa Sonoageng hingga ke Makam Mbah Sa’id Anom, yang jaraknya kurang lebih 500 meter.

Tujuan dari tradisi kirab budaya dan tumpengan ini yakni sebagai ungkapan syukur kepada tuhan, karena segenap warga Desa Sonoageng diberikan keselamatan, kesehatan, ketentraman, dan hasil pertaniannya melimpah.

Juru Kunci Makam Mbah Sa’id, Mbah Podho menuturkan, melalui nyadran ini warga berharap Mbah Sa’id Anom selaku yang ‘babad’ wilayah Sonoageng mendapatkan kedamaian di surga.

“Tujuannya (nyadran) supaya diberi kesarasan, menopo kemawon lancar, nandur-nandur nggih subur,” ucap Mbah Podho.

Untuk diketahui, Desa Sonoageng terdiri dari lima dusun yakni Dusun Sonoageng, Dusun Banyurip, Dusun Sumber, Dusun Gading, dan Dusun Waung.

*Disadur dari laman prambon.nganjukkab.go.id pada 15 Oktober 2023